Jumat, 01 Juni 2018

Kuliner Nostalgia Glodok

Yeay! diajakin kuliner nostalgia papa David waktu kecil di Glodok.. Siapa yang bisa nolak? Mau.. mau.. mau.. eh masih pakai bonus staycation lagi.. tambah senang dong..

Jadi ceritanya kita mau nostalgia tentang kuliner di daerah Kota, sekalian ngenalin ke anak-anak "Inilah Pecinan alias China Town" yang ngehits sebagai wisata kuliner. Mudah-mudahan rasanya masih sama ya..

Mumpung hari kejepit dan ada sedikit urusan ke daerah sana, marilah kita sekalian menjelajah dan berwisata.

Tempatnya sih tidak nyaman tapi rasa makanannya bisa membuat "nyaman" dan sedikit bernostalgia.

C'mon kids kita jalan-jalan! Parkir di Pasar Glodok dan kita mulai berjalan di tengah teriknya matahari. Penjelajahan kita mulai dari pasar Petak Sembilan.

Pasar Pertak Sembilan
Suasana pasar dan bau yang khas ala pasar tradisional mulai menyengat hidung kami. Kids tidak mengeluh walaupun juga tidak menikmati.. terlihat Jeremy berjalan sambil tutup hidung.

Jalan lagi sampai di ujung jalan Petak Sembilan terlihat kawasan klenteng.. Jeremy langsung nyeletuk "Seperti di negeri China" Ya.. ya.. ya.. kita seperti berada di Tiongkok.. Biarlah kids sedikit tahu sejarah dan keberagaman.

Vihara Dharma Bhakti (Jin De Yuan Temple)

Jadi Vihara Dharma Bhakti atau Kim Tek Ie adalah salah satu klenteng tertua di Jakarta, tentu saja selain yang berada di Ancol. Wow bangunan ini bersejarah juga ya.. Jadi penasaran pengen tahu sejarahnya.

Jadi bangunan ini dibangun pertama kali tahun 1650 yang dahulunya bernama Jin De Yuan untuk menghormati Dewi Kwan Im, sempat hancur kemudian dibangun lagi dan juga berganti nama.. bla.. bla.. bla..




Terlihat maket perencanaan konservasi dari Jin Te Yuan.


Nah inilah tempat umat Budha dan Kong Hu Cu beribadah, kami sih cuma masuk ke halamannya dan foto-foto sebentar.

Terlihat juga beberapa orang yang sedang sembahyang dan juga ada beberapa orang yang duduk-duduk sepertinya menanti rejeki dikasih angpau.

Mari kita lanjutkan perjalanan! Kalau sudah di pasar dan lihat sayuran segar, tidak sadar pengen beli.. Kita beli edamame yuuk! Langsung si papa David mengingatkan untuk fokus, "Katanya mau kuliner?" Oh iya juga ya..

Lanjut! Beli sedikit cemilan di toko penjual manisan yang harganya tidak mahal dibandingkan beli di mall. Sumpianya enak, juga beli sedikit kiamboy untuk dibagi-bagi entar..


Kids serasa mendapatkan harta karun dari toko manisan..


Saat jalan di Pasar Petak Sembilan, kita berhenti sejenak "Itu ada Toko Obat Hok Seng Tong langganan Papi" Foto dulu! Ternyata masih ada ya..


Kita nyebrang dan melanjutkan perjalanan ke Gang Gloria, sebuah gang kecil cenderung padat dengan para penjual beraneka ragam makanan dan cemilan di kanan dan kirinya.

Walaupun sempit dan tidak nyaman, tapi bagi para pecinta kuliner jadoel sih tidak masalah tetap lanjut terus yang penting enaak!

Bakmi Amoy

Nah di sini kita langsung berhenti sejenak dan mencicipi bakso goreng dengan ukuran jumbo dan juga siomay.


Bakmi-nya kita abaikan walaupun kelihatan enak, soalnya mau makan di tempat lain juga, sayang kan kalau keburu kenyang.

Walaupun tempatnya tidak nyaman, panas dan juga pengunjung bersliweran lalu lalang tapi anehnya kids biasa saja, mereka tidak mengeluh. Oh untung masih dapat tempat..


Jadi memang di sini orang yang datang tujuannya untuk makan dan begitu habis langsung berdiri, bukan untuk ngobrol lama-lama, tapi banyak juga yang bungkus untuk bawa pulang.

Dekat Bakmi Amoy ada juga tempat yang lumayan legendaris, yaitu:

Kopi Es Tak Kie

Yang katanya berdiri sejak tahun 1927 dan usahanya sekarang dipegang oleh generasi ketiga. Jenis minuman kopinya masih tradisional hanya dua macam saja yaitu kopi hitam dan juga kopi susu yang diberi es, tapi kalau mau yang panas juga bisa.

Rencananya entar kita mau makan nasi campur ditemani segelas kopi susu dengan tambahan pangsit atau bakso, kayaknya cobain bakcangnya juga boleh-lah, tentu saja makannya secara keroyokan.

Tapi sayangnya ternyata penuh banget nggak dapat tempat duduk, lagian juga makanannya sudah banyak yang habis, tapi nggak usah khawatir namanya juga Gang Gloria isinya makanan semua. Asyik ya?

Lanjut lagi, sampailah di ujung Gang Gloria, bertemulah kita dengan semacam food court tradisional yang menjual beraneka makanan dengan pemilik yang berbeda. Penjualnya kebanyakan sudah berumur jadi kemungkinan rasanya masih otentik. Mari kita coba!


Kari Lam

Salah satu kari yang enak dan menggugah selera tidak bikin eneg ya Kari Lam dengan kuah santan yang bisa kita pilih dagingnya, mau daging sapi atau ayam kampung? Tergantung selera, ditambah dengan bihun atau nasi tergantung pilihan atau hanya kari dengan potongan kentang juga oke.

Kari Lam daging ayam dan bihun
Kalau menurut saya rasanya seperti Laksa Singapore. Kari Lam dibuka pertama kali di Gang Gloria tahun 1973. Sekarang sih sudah ada cabangnya tapi tetap saja yang paling enak di Gang Gloria ini, Pemiliknya sendiri yang meracik.

Gado-Gado Direksi

Sebenarnya sih ini gado-gado biasa yang atasnya pakai bumbu kacang dan kerupuk udang. Kalau kata si mami mertua (mamanya David), yang makan banyak orang kantoran bajunya pada rapi makanya namanya jadi gado-gado direksi.

Cobain ah! Ada rasa kangen juga pengen coba makan lagi sekalian bernostalgia. Kalau dulu suka nitip bungkus sekarang coba langsung di tempat.

Gado-gado Direksi
Ditambah lagi dengan Lumpia Jakarta tentu lebih mengenyangkan..

Lumpia Jakarta
Yang ngeracik makanan di Gang Gloria ini rata-rata sudah berumur ya? Makanya rasanya tidak banyak berubah..

Mie Goreng Kucai dan Mie Kuah Seafood

Pilihan Albert mie goreng kucai yang dia bilang enak sekali, jarang ketemu mie goreng yang enak.. Nyam.. nyam

Menikmati mie goreng kucai
Sementara Jeremy memilih mie kuah seafood, dia sih nggak banyak komentar, tapi kayaknya enak deh, soalnya habis setengah mangkuk lebih atau mungkin dia lapar?

Mie Kuah Seafood
Tempat makan yang panas dan kucing yang nongkrong di bawah meja, lumayan membuat tidak nyaman eh masih ditambah lagi dentingan gitar pengamen.. sabar.. sabar.. sabar..

Tapi.. sepertinya ada yang kurang deh? Itu penjual bubur mana ya? Tanya sama si engko Kari Lam, katanya sih sudah tutup, besok coba datang lagi.. Haiya..

Yuuk kita lanjut perjalanan lagi! Jalan melewati gang kecil dengan berbagai aneka makanan membuat kita jadi tergoda.

Beli cakwe aja yuuk! Bungkus ya! Sebentar.. sebentar foto dulu!! *Si penjual langsung tertawa sumringah dan bilang "Sekarang gampang ya selfie kalau dulu harus ke studio". Dengan wajah gembira dia menambahkan satu buah cakwe lagi sebagai bonus.. Ha.. ha.. ha.. (padahal saya cuma foto cakwe-nya bukan penjualnya).

Cakwe Gang Gloria
Waduh panas sekali dan juga berdebu, pengen ngadem. Ke mana ya? Eh itu ada toko peralatan rumah tangga, tempatnya lumayan nyaman dan juga ber-AC. Mari kita singgah! Katanya sih sudah dari tahun 1935, cuma barang-barangnya sepertinya lebih mahal dibandingkan toko sejenis.

Toko Tian Liong
Lewatin apotik langganan papi juga, konon kata si papi lebih murah dibandingkan yang lain..

Apotik Bintang Semesta
Berjalan kembali dalam keramaian. Memang glodok Pancoran ini sepertinya selalu ramai ya..


Singgah sebentar di Gedung Chandra, tujuannya mau ke Top Bread Bakery beli kue soes yang enak, salah satu cemilan favorite. Dulu juga suka dibeliin si mami untuk Albert waktu masih kecil. Hmm masih sama nggak ya dengan yang lalu? Waktu berlalu begitu cepat, nih toko roti masih eksis saja..


Bingung membandingkan rasanya dengan yang lalu, sudah lama sekali soalnya. Selera orang tentu berubah seiring waktu tapi tetap saja ada rasa kangen pada sesuatu yang lama. Tapi kayaknya sekarang soesnya lebih kecil deh.. Ha.. ha.. ha.. bungkus ya!

Perjalanan kuliner sudah berakhir? Belum kakak.. kita masih lanjut lagi! Masih banyak yang lain yang belum terjamah.. Mari kita mengembara jalan lagi!

Kuotieh Santong 68

Di bawah teriknya matahari kita berjalan mencari Kuotieh Encek Santong yang legendaris itu. Sekarang tempatnya bagus kalau dulu masih pakai tenda dan ngandalin pesanan dari rumah makan yang ada atau yang bungkus bawa pulang.


Pilihan kami kuotieh yang dipanggang bolak-balik supaya garing dan renyah, dimakan pakai sambal bawang.. nyam.. nyam..


Di sini juga jual makanan selain kuotieh, bagi penggemar chinese food, bolehlah dicoba. Di daftar menu juga ada sejarahnya. Wow ternyata sudah 50 tahun ini kuotieh, kalau dulu seringnya bungkus bawa pulang, soalnya tempatnya di tenda, dan sekarang dalam gedung yang ber-AC.


Sebelum makan showcase dulu cara membuat sambal bawang yang benar, mari kita serahkan sama ahlinya. Action! Albert yang merekam dan si Papa jadi host-nya.. Ha.. ha.. ha..

Nggak kuat ngabisin jadi kita bungkus bawa pulang..


Setelah makan kita ke kasir yang ternyata adalah mantu Encek Santong, yang dengan semangat cerita kisah mereka sampai menempati rumah makan itu yang ternyata bekas Resto Ayam Kalasan. Bagaimana perjuangan mertua dia dengan istrinya mengelola Kuotieh Santong. Tapi katanya Tuhan adil karena.. bla.. bla.. bla.. terus sekarang pemilik lamanya pengen beli lagi itu tempat tapi dia nggak mau.. sekarang Ayam Kalasan sudah pindah ke tempat yang lebih kecil.. bla.. bla.. bla..

Kita cuma mendengarkan sampai ada pegawai mereka yang melaporkan ada order 30 bungkus capcay, barulah kita pamit.. bye.. bye..

Mari kita lanjut jalan lagi! Masih kuat? Mau rujak juhi? Yang penting jalan dulu-lah siapa tahu tiba-tiba lapar mata lagi.

Nah ini Ayam Kalasan yang sudah pindah, ternyata bergabung bersama Rujak Shanghai Encim dan yang lainnya. Foto saja ah.. Nggak tertarik makan, soalnya masih kenyang..


Ya memang tempat makannya modelnya seperti begitu tampak "old" dan tidak "eye catching" tapi suasana seperti itu terkadang yang membuat kangen untuk bernostalgia.

Seperti kata papa David, sesuatu hal yang kita anggap sudah biasa jadi kita tidak terlalu menghargai, pas itu hilang baru kita sadar kita rindu dan terkadang ingin bernostalgia kembali, termasuk makanan.

Pantesan si Papi (papanya David yang sudah meninggal) suka kangen ngajakin makan di Siaw A Tjiap atau resto-resto jaman old seperti Eka Ria yang juga favoritenya. Bahkan Mikado pun yang sudah tiga kali pindah tetap dia kejar, susah ngajakin makan di tempat lain. Hanya pernah sekali di Resto Samudera itu pun dua hari kemudian gantian kita yang harus menemani makan di Siaw A Tjiap dan juga Mikado. Baca ceritanya di Biarlah Menjadi Kenangan.

Tapi sekarang Glodok sudah berbenah dan juga sudah tampak lebih cantik dibandingkan dulu. Ini salah resto yang dibangun pas di hoek tikungan Pancoran. Keren ya? *Hasil revitalisasi

Pantjoran Tea House
Diseberangnya tampak bangunan Pasar Glodok (salah satu Pusat Elektronik)

Glodok Building
Sudah selesai cerita kulinernya? Ho.. ho.. ho.. jangan buru-buru kakak! Namanya juga nostalgia tentu ada cerita sejarah-nya dong. Kurang asyik "ancient story" tanpa diajak keliling kawasan Pecinan.. Lihat-lihat jalan kanan kiri dan bernostalgia.

Terlihat Fairy Garden di Mangga Besar Raya No. 21 yang mengingatkan kita akan nikmatnya shabu-shabu dengan isian bakso ikan, daging sapi, tahu dan juga berbagai aneka sayuran, melewati sepanjang jalam Hayam Wuruk dan Gajah Mada, menyempatkan diri melewati rumah masa kecil David di daerah Sawah Besar, tepatnya di Jalan Kebun Jeruk 2 dan akhirnya sampai juga di hotel tempat kami menginap..

Yeay! Di kamar inilah kami akan tidur sempit-sempitan..

Kamar di Luminor Hotel
Tapi berasa kurang kalau belum foto di lobby.. Apalagi Jeremy yang suka banget foto dengan patung, untung ada unta yang nangkring bisa diajak foto. Itu ada bajaj sekalian aja-lah..




Ternyata selama bulan Ramadhan tamu hotel mendapat paket free breakfast dan dinner. Lumayan dong! Kita batalkan kuliner daerah Pecenongan.

Rock 'N Sugar Luminor Hotel

Mencoba kuliner pecenongan di hotel Luminor oke juga. Sebelum mulai dinner kita foto dulu yuuk!


Rasa makanan di Luminor Hotel enak juga, namanya juga daerah Pecenongan pasti-lah chefnya sudah handal mengolah dan memvariasikan makanan, seperti kwetiau siram bumbu tom yam, nasi goreng yang berasa keju, mie goreng kucai yang teksturnya lembut dan pas (soal rasa mie goreng masih lebih enak di Gang Gloria pastinya), dan semua makanan tidak berminyak berlebihan.



Karena untuk dinner dan juga sekalian berbuka puasa, maka disediakan takjil es campur, juice dan juga kue-kue. Oya selama bulan puasa tidak disediakan menu ala carte. Tidak hanya tamu hotel tapi pengunjung dari luar pun bebas menikmati all u can eat dengan membayar IDR 135.000 per-orang.

Untuk breakfast kami mendapat menu yang berbeda, untuk makanan utamanya hampir sama dengan yang semalam cuma dimasak berbeda. Terlihat juga makanan khas daerah seperti kupat tahu Magelang, Bubur ayam kari, soto betawi dan yang lainnya.

Jeremy pengen makan ayam kremes seperti saat dinner, ternyata sudah berganti menjadi ayam tumis balado. Ya sudah-lah cari yang lain lagi.. pilihannya hash brown dan sosis ditambah sedikit nasi goreng plus koko krunch campur susu, dia sempat ngomong enakan makanan kemarin..


Kalau bicara tentang kuliner Pecenongan, favorite kita di:

Santap Malam Seafood Awong

Kuliner seafood kaki lima yang menjadi langganan di masa lalu sebenarnya sih kesukaannya si papi mertua, bahkan pernah saat saya hamil tiba-tiba pengen banget makan kepiting saos tiram dan juga menghirup bau masakan di daerah Pecenongan. Serasa lega dan bahagia.. Ternyata sudah lama juga nggak mampir kesana.. Hmm hampir 7 tahun..

Beruntungnya bulan lalu kebetulan ada acara di salah satu hotel daerah Pecenongan yang membuat kita melewati Seafood Awong.. Pulangnya singgah sebentar.. bungkus! Kepiting saos tiram, lapis cumi dan lapis ayam.. Lumayan jadi tambahan lauk di rumah nanti..

Kepiting Saos Tiram
Cerita belum berakhir, kuliner masih tetap lanjut, keesokan harinya setelah breakfast di Rock 'N Salt, kita berencana mau jalan-jalan ke Jakarta Fair tapi terlebih dahulu lunch di:

Hokkian Lomie Mikado

Kuliner jadoel yang sudah 3 kali berpindah tempat dari Gang Kelinci terus Kebun Jeruk 11 daerah Sawah besar lalu ke pasar baru daerah Krekot. Kayaknya sudah eksis dari tahun 70-an.

Sudah lama juga kita tidak makan kesana. Terakhir tahun 2009 makan ramai-ramai di Mikado Kebun Jeruk 11.. Sudah itu kita lupakan begitu saja.

Karena cerita nostalgia yang mengingatkan kita kembali. Yuk kita ke Mikado! Searching cari alamat ternyata sudah pindah.. Kata si Engko Mikado, mereka bertempat di Krekot sejak tahun 2010.


Pesanan kami "cuma" lomie dan hemie ukuran large dengan tambahan ngohiong, minta mangkuk kosong biar bisa sharing..

Lomie

Hemie

Ngohiong
Mari makan! Pengalaman Jeremy pertama kali makan di Mikado dan kami bisa bernostalgia..


Ngohiong-nya enak rasa juara jadi pengen nambah, tapi bungkus aja ya! Soalnya lagi nggak pengen terlalu kenyang, mau ke Jakarta Fair soalnya..


Soal rasa tidak berubah soalnya masaknya masih diawasi si tante pemilik Mikado. Tempatnya bagus sekarang depan jalan raya terus dipakein AC, kalau dulu masuk gang dan agak panas.

Ngobrol sebentar dengan Tante pemilik resto.. terus kita lanjutkan perjalanan ke Jakarta Fair, momen yang diselenggarakan setahun sekali dan kita juga tidak mau ketinggalan untuk ikut serta.. Baca di postingan selanjutnya.. see you..

Just Sharing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar